Friday, November 16, 2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah pajak merupakan salah satu sumber penerimaan yang besar bagi negara dan juga sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional. Pembangunan nasional yang sudah dicanangkan oleh pemerintah bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya dan menjadikan bangsa indonesia sebagai suatu bangsa yang mandiri. Terkait dengan cita-cita untuk menjadi suatu bangsa yang mandiri, maka pemerintah harus mampu meningkatkan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari pajak. Penyelenggaraan pemerintah membutuhkan dana yang relative besar. Dana yang diperlukan tersebut semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan pembangunan itu sendiri. Dalam upaya mengurangi ketergantungan sumber eksternal, pemerintah indonesia secara terus menerus berusaha meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan internal, salah satu sumber pembiayaan pembangunan internal tersebut adalah pajak. Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang diperguanakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pelayanan umum dan pembangunan nasional .
Menurut fuadi (2013) penerimaan pendapatan pajak agar dapat berlangsung secara maksimal tentunya membutuhkan kesadaran masyarakat  untuk mematuhi kewajiban perpajakan yang berlaku. Persoalan mengenai kepatuhan wajib pajak telah menjadi persoalan yang penting diindonesia karena jika wajib pajak tidak patuh maka dapat menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan dan pelalaian pajak yang pada akhirnya akan merugikan negara yaitu berkurangnya penerimaan pajak. Sejak dilaksanakannya reformasi perpajakan pata tahun 1983, pemenuhan kewajiban perpajakan di indonesia dilaksanakan dengan sistem self assessment. Dengan adanya sistem ini, pemerintah memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan kewajiban pajaknya kepada negara dengan kesadaran sendiri. Sehingga kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak merupakan faktor terpenting dalam pelaksanaan sistem tersebut.
Tinggi rendahnya wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kesadaran wajib pajak. Pemahaman tentang pajak serta kesungguhan wajib pajak untuk melaporkan dan membayar kewajiban perpajakannya dapat mencerminkan tingkat kesadaran wajib pajak. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perpajakan melalui pendidikan akan membawa dampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar kewajiban perpajakannya. Apabila kesadran masyarakat atas perpajakan masih rendah 3 maka akan menyebabkan banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dimanfaatkan.
Tinggi rendahnya kepatuhan pajak juga dipengaruhi oleh kualitas pelayanan. Semakin baik kualitas pelayanan akan menyebabkan semakin tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh utami (2012), menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan pajak. Berbagai macam kemudahan dalam pembayaran pajak juga sudah diupayakan oleh direktorat jendral pajak. Kemudahan itu meliputi pembayaran pajak yang bisa dilakukan dikantor pos maupun bank-bank instansi yang terkait, banyak aplikasi-aplikasi online yang memudahkan wajib pajak untuk melakukan akses pembayaran kapanpun, dan meningkatkan kualitas pelayanan dari petugas pajak.
 Kualitas pelayanan pajak merupakan salah satu hal yang meningkatkan minat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan diharapkan petugas pelayanan pajak harus memiliki kompetensi yang baik terkait segala hal yang berhubungan dengan perpajakan di indonesia. Pelayanan pajak termasuk dalam pelayanan publik karena dijalankan oleh instansi pemerintah, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan undang-undang dan tidak berorientasi pada profit atau laba.


B. Identifiksi Masalah
Berdasarkan uraian di atas mengenai latar belakang penelitian maka penulis mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut
1. Pengertian pajak
2. Fungsi Perpajakan
3. Kepatuhan Wajib Pajak
4. Kesadaran Perpajakan
5. Sanksi Pajak
6. Sikap Fiskus















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak
Pajak (dari bahasa Latin taxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.[1] Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri dari pajak langsung atau pajak tidak langsung dan dapat dibayarkan dengan uang ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak mengenakan pajak, misalnya Uni Emirat Arab. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
B. Fungsi Pajak
Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara, khususnya pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan negara dalam membiayai seluruh pengeluaran yang dibutuhkan, termasuk pengeluaran untuk pembangunan. Sehingga pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
Pajak merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai pembangunan nasional atau pengeluaran negara lainnya. Sehingga fungsi pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki tujuan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara.
2. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)
Pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Fungsi mengatur tersebut antara lain:
Pajak dapat digunakan untuk menghambat laju inflasi.
Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mendorong kegiatan ekspor, seperti: pajak ekspor barang.
Pajak dapat memberikan proteksi atau perlindungan terhadap barang produksi dari dalam negeri, contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pajak dapat mengatur dan menarik investasi modal yang membantu perekonomian agar semakin produktif.
3. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)
Pajak dapat digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat.
4. Fungsi Stabilisasi
Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian, seperti: untuk mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Sedangkan untuk mengatasi kelesuan ekonomi atau deflasi, pemerintah menurunkan pajak, sehingga jumlah uang yang beredar dapat ditambah dan deflasi dapat di atasi.
Keempat fungsi pajak di atas merupakan fungsi dari pajak yang umum dijumpai di berbagai negara. Untuk Indonesia saat ini pemerintah lebih menitik beratkan kepada 2 fungsi pajak yang pertama. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Tanggung jawab atas kewajiban membayar pajak berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut, sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak, sesuai fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penyuluhan, pelayanan, serta pengawasan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
C. Kepatuhan Wajib Pajak
Kamus Besar Bahasa Indonesia seperti dikutip oleh Rahayu (2010:138), istilah Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran dan aturan. Kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau organisasi untuk berbuat sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Dalam pajak, aturan yang berlaku adalah Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan pajak merupakan kepatuhan seseorang, dalam hal ini adalah wajib  pajak, terhadap peraturan atau Undang-Undang Perpajakan.
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan Negara yang diharapkan didalam pemenuhannya dilakukan secara sukarela. Kepatuhan Wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut sistem Self Assessmentdi mana dalam prosesnya mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor kewajibannya. Pada tahun 2008 dikeluarkan SE02/PJ/2008 tentang Tata Cara Penetapan Wajib pajak Dengan Kriteria Tertentu sebagai turunan dari Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007 sebagai berikut :

1. Tepat waktu penyampaian Surat pemberitahuan (SPT) dalam 3 tahun terakhir.

2. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa pajak dari Januari sampai November tidak lebih dari itu.

3. Masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut –turut. SPT Masa yang terlambat seperti dimaksud telah disampaikan tidak lewat batas waktu penyampaian SPT Masa untuk Masa pajak berikutnya.

4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telahmemperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.

5. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapatan wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut –turut dengan ketentuan disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasai laba rugi komersial dan fiskal bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT tahunan dan juga pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan public yang tidak dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan publik.

D. Kesadaran Perpajakan

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain:

1. Melakukan sosialisasi
Sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak datangnya dari diri sendiri, makamenanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu melalui sosialisasi.Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif.
2. Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak.
Jika pelayanan tidak beres atau kurang memuaskan maka akan menimbulkan keengganan Wajib Pajak melangkah ke kantor Pelayanan Pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayananyang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara konsisten dan kontinyu. DJP harus terus menerus meningkatkan efisiensi administrasi dengan menerapkan sistem dan administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi yang tepat guna. Pelayanan berbasis komputerisasi merupakan salah satu upaya dalam penggunaan Teknologi Informasi yang tepat untuk memudahkan pelayanan terhadap Wajib Pajak.
3. Meningkatkan Citra Good Governance
Meningkatkan citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban. Dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara dan masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa saling percaya.
4. Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan perpajakan.
Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan kewajiban membayar pajak.
5. Law enforcement
Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun DJP berwenang melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, namun pemeriksaan harus dapat dipertanggung jawabkan dan bersih dari intervensi apapun sehingga tidakmengaburkan makna penegakan hukum serta dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak.

6. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap pajak
Akibat kasus Gayus kepercayaan masyarakat terhadap Ditjen Pajak menurun sehingga upaya penghimpunan pajak tidak optimal. Atas kasus seperti Gayus itu para aparat perpajakan seharusnya dapat merespon dan menjelaskan dengan tegas bahwa jika masyarakat mendapatkan informasi bahwa ada korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, jangan hanya memandang informasiini dari sudut yang sempit saja. Jika tidak segera dijelaskan maka masyarakat kemudian bersikap resistance dan enggan membayar pajak karena beranggapan bahwa pajak yang dibayarkannya paling-paling hanya akan dikorupsi. Masyarakat berpendapat hanya sedikit sekali yang akan kembali kepada wajib pajak atau disumbangkan dalam pembangunan bangsa. Jadi lebih baik tidak perlu membayar pajak saja.
7. Merealisasikan program sensus perpajakan nasional
Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjarig potensi pajak yang belum tergali. Dengan program sensus ini diharapkan seluruh masyarakat mengetahui dan memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat membangkitkan kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib Pajak dan membayar Pajak

E. Sanksi Pajak
Sanksi pajak berdasarkan pasal 7 UU KUP No.28 Tahun 2007 dikenakan apabila wajib pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktu sesuai dengan jangka waktu pemyampaian SPT atau batas waktu perpanjangan surat pemberitahuan dimana jangka waktu tersebut adalah sesuai dengan pasal 3 ayat 3 dan pasal 3 ayat 4 Undang –Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 tahun 2007masing –masing yang berbunyi :

1. Untuk surat pemberitahuan Masa , paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa pajak.

2. UntUk Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi, paling lama 3 bulan setelahakhir tahun pajak.

3. Untuk surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan Wajib pajak Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan untuk paling lama 2 bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”.

F. Sikap Fiskus
Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak tergantung pada bagaimana sikap petugas pajak memberikan suatu pelayanan yang terbaik kepada wajib pajak. Selama ini peranan fiskus memiliki lebih banyak peran sebagai seorang pemeriksa. Padahal untuk menjaga agar wajib pajak tetap patuh terhadap kewajiban perpajakannya dibutuhkan peran lebih dari sekedar pemeriksa. Selain mengatur hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak, ketentuan umum dan tata cara perpajakan juga mengatur ketentuanbagi petugas pajak (Supramono danDamayanti, 2009:18), antara lain :

1. Pegawai pajak yang karena kelalaiannya, dengan sengaja menghitung, atau menetapkan pajak tidak sesuai denganketentuan Undang-Undang Perpajakan akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya dengan sengaja bertidak di luar kewenangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan ke unit internal Departemen Keuangan yang berwenang melakukan pemeriksaan dan investigasi. Apabila terbukti melakukannya maka pegawai pajak tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanga.

3. Pegawai pajak yang dalam tugasnya terbukti melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib Pajak agar menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum akan diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUH Pidana.

4. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hokum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, dan menerima pembayaran, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri akan diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 31 tahun 1999 tentang tindak Pidana Korupsi dan Perubahannya.

5. Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.










BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengertian Pajak
Pajak (dari bahasa Latin taxo; "rate") adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai macam pengeluaran publik.[1] Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
2. Fungsi Pajak
Pajak memiliki peranan yang signifikan dalam kehidupan bernegara, khususnya pembangunan. Pajak merupakan sumber pendapatan negara dalam membiayai seluruh pengeluaran yang dibutuhkan, termasuk pengeluaran untuk pembangunan. Sehingga pajak mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
a. Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter)
b. Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi)
c. Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi)

3. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan Negara yang diharapkan didalam pemenuhannya dilakukan secara sukarela. Kepatuhan Wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut sistem Self Assessmentdi mana dalam prosesnya mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melapor kewajibannya.
4. Kesadaran Perpajakan
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak dalam membangun kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak antara lain:
1. Melakukan sosialisasi
2. Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak.
3. Meningkatkan Citra Good Governance
4. Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan perpajakan.
5. Law enforcement
6. Membangun kepercayaan masyarakat terhadap pajak
7. Merealisasikan program sensus perpajakan nasional

5. Sanksi Pajak
Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan dengan kata lain, sanksi merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

6. Sikap Fiskus
Fiskus/Administrasi pajak adalah orang yang tau badan ( inspeksi pajak ) yang mempunyai tugas untuk memungut pajak atau iuran pada masyarakat ( wajib pajak ), yang gunanya untuk pengeluaran rutin dan pembangunan nasional, dan untuk menyelenggarakan pemerintahan. Cara pemungutan pajak ini sesuai dengan undang–undang atau peraturan-peraturan yang sudah ditentukan dan atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) sebelumnya.
Jadi pemungutan pajak mempunyai tujuan antara lain untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional serta untuk membiayai pengeluaran rutin Negara,  karena penerimaan pajak merupakan unsur paling penting dalam penerimaan Negara.



B. Saran
Mengingat pembelajaran dengan sistem praktek langsung sangat berpengaruh dan lebih mudah untuk di fahami sehingga diharapkan fakultas dapat lebih mengoptimalkan pembelajaran dengan sistem praktek langsung akan tetapi pemahaman teori juga tetap dilaksanakan agar terjadi keseimbangan.



























DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
Diakses pada tanggal 15 Oktober 2018 pukul 19.12 WIB
https://www.cermati.com/artikel/pengertian-pajak-fungsi-dan-jenis-jenisnya
Diakses pada tanggal 15 Oktober 2018 pukul 19.45 WIB
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/2305/1859
Diakses pada tanggal 16 Oktober 2018 pukul 15.29 WIB








No comments:

Post a Comment