Saturday, April 29, 2017

MAKALAH
ULUMUL HADITS
Pembagian Hadits dari segi Kuantitas dan Kualitas
Dosen Pembimbing:
M.Zainul Umam. M.Pd.I
Prodi : Ekonomi Syari’ah

Disusun Oleh:
NAMA NPM
Redy Prastyo 169201041
Rita Imroatus Sholihah 169201030
Riyantoni 169201031



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) TULANG BAWANG
TAHUN AKADEMIK 2017

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami ucapkanpuji dan syukurdenganberkat rahmat Allah swt yang telah memudahkan kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalahberjudul Pembagian hadits dari segi Kuantitas dan Kualitas (sanak) ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits. Kami  telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun inibelum mencapai tahap kesempurnaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Bapak M.Zainul Umam. M.Pd.I yang telah memberikan tugas makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua dalam kehidupan sehari-hari.



Tulang Bawang, 25 maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………....ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................5
C. Tujuan Masalah……………………………………………………………………5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. HADITS MUTAWATIR 6
1. Pengertian Hadits Mutawatir 6
2. Syarat – syarat Hadits Mutawatir 7
3. Hukum Mutawatir atau Kehujjahan Hadits Mutawatir 8
4. Jenis - jenis Hadits Mutawatir 8
5. Kitab - Kitab Hadits Mutawatir 10
6.  Contoh Hadits Muttawatir 10
B. HADITS AHAD 11
1. Pengertian Hadits Ahad 11
2. Pembagian Hadits Ahad 11
3. KEHUJJAHAN HADITS AHAD 14
C. HADITS SHAHIH 17
1.  Pengertian Hadits Shahih 17
2.  Jenis - Jenis Hadits Shahih 18
3.  Kehujjahan Hadits Shahih 18
4.  Kitab - Kitab Hadits Shahih 18
5.  Syarat-syarat Hadits Shahih 19
D. HADITS DHA’IF 22
1.  Pengertian Hadits Dha’if 22
2.  Kriteria - Kriteria Hadits Dha’if 23
3.  Macam - Macam Hadits Dha’if 23
4.  Kehujjahan Hadits Dha’if 24
5.  Kitab - Kitab Hadits Dha’if 24
E. HADITS HASAN 25
1   Pengertian Hadits Hasan 25
2.  Klasifikasi Hadits Hasan 26
3.  Kehujahan Hadits Hasan 26
F.  HADITS MASYHUR 27
1.  Pengertian Hadits Masyhur 27
2.  Pembagian Hadits Masyhur 27

BAB III PENUTUP 33

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………34













BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah AlQur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam  setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termasuk dalam Al-Qur’an.Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda. Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah pengertian suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.
B.     RumusanMasalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut;
1.Apa pengertian hadits Mutawatir dan berserta contohnya?
2. Apa pengertian hadits Ahaddan berserta contohnya?
3. Apapengertian hadits Shahihdan berserta contohnya?
4. Apa pengertian hadits Dha’ifdan berserta contohnya?
5.  Apa pengertian hadits Hasan dan berserta contohnya?
6.  Apa pengertian hadits Masyhurdan berserta contohnya?
C. Manfaat Penulisan
   Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan yang telah kita miliki terutama tentang ilmu hadits.











BAB II
PEMBAHASAN

A. HADITS MUTAWATIR
1.   Pengertian Hadits Mutawatir
Kata mutawatir secara bahasa,merupakan isim fa’il,dari kata at-tawatur,yang bermakna at-tatabu’ (berturut-turut). Dalam hal ini.mutawatir mengandung pengertian yang bersifat kontinyu,baik secara berturut maupun terus menerus tanpa ada hal yang menyela dan menghalangi kontinuitas itu. Secara istilahi yang  lengkap dikemukakan oleh Muhammad  ‘Ajjaj Al-khatib:

"ما رواه جمع تحيل العادة تواطؤهم على الكاذب عن مثلهم من اول السند الى منتهاه ان لا يختل هذا الجمع في اي طبقة  من طيقات السند "

“Hadits yang diriwayatkan sejumlah periwayat yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka sepakat berdusta (tentang hadis yang diriwayatkan) dari sejumlah periwayat dengan jumlah yang sepadan semenjak sanad yang pertama sampai sanad yang terakhir dengan syarat jumlah itu tidak berkurang pada setiap tingkatan sanadnya².
   Adapun dari beberapa sumber redaksi yang lain mengatakan tentang pengertian mutawatir:
"ما كانا عن محسوس  أخبر به جماعة بلغوا في الكثرة مبلغا تحيل العادة تواطؤهم على الكاذب"

“ Hadits yang didasarkan pada pancaindra (dilihat atau didengar) yang diberitakan oleh segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat berbohong”
    Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadis mutawatir merupakan hadits shahih yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayat yang menurut logika dan adat istiadat mustahil mereka sepakat berdusta. Atau dalam pengertian yang lain hadits mutawatir ialah berita hadits yang bersifat indrawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan akal yang menghukumi mustahil menurut tradisi (adat) jumlah yang maksimal berpijak untuk kebohongan. Dan adapun sandaran beritanya berdasarkan sesuatu yang dapat di indra seperti  disaksikan, didengar diraba,dicium atau dirasa.

  Mahmud At-Tahhan, Taysir Musthalah Al-Hadits (Surabaya:Syirkah Bungkul Indah,tth), hlm 19
  Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits, hlm 301

2.      Syarat – syarat Hadits Mutawatir
   Dari berbagai definisi tersebut kita telah menemukan syarat-syarat hadis mutawatir yang telah diketahui,yaitu ada 4:
1. Diriwayatkan sejumlah orang banyak.Mengenai hal ini para ulama berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada perawi hadis tersebut dan tidak ada pembatasan yang tetap. Diantara sebagian ulama,mereka berpendapat jumlah minimal adalah 4. Ada yang berpendapat jumlah periwayat ada 5,10,orang (karena ia minimal jama’ kasrah) 40,70 orang (jumlah sahabat Nabi Musa A.S) bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih (jumlah tentara thalut dan ahli perang badar). Mengutip pendapat sebagian ulama yang terpitilih oleh Imam Al-Istikhari,Imam jalaluddin As-Syuyuti adalah 10 orang³. Sebenarnya inti dari penentuan jumlah tersebut adalah banyak orang yang karenanya mustahil mereka sepakat berdusta.
2. Adanya jumlah banyak pada seluruh tingakatan sanad.Maksudnya jumlah banyak orang pada setiap tingkatan (thaqabah) sanad dari awal sampai akhir sanad.
3. Mustahil bersepakat bohong.Pada masa awal pertumbuhan hadis memang tidak ega dianalogikan dengan masa modern sekarang ini. Disamping kejujuran dan daya memori mereka yang masih andal,transportasi.antar daerah tidak semudah sekarang. Perlu waktu yang lama dan ega sampai berbulan-bulan dalam kunjungan suatu egara. Berdasarkan hal ini jika periwayatan suatu hadis berjumlah besar,sangat sulit mereka sepakat bohong dalam suatu periwayatan.
4. Sandaran berita terletak pada pancaindraMaksudnya adalah berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata dan disentuh  dengan kulit,tidak didasarkan pada logika atau akal.

3.      Hukum Mutawatir atau Kehujjahan Hadits Mutawatir
Dengan demikian,tidak ada perselisihan dikalangan para ulama tentang keyakinan faidah hadits mutawatir. Dan mereka bersepakat bahwa seluruh hadits mutawatir dapat diterima (maqbul) untuk dijadikan hujjah (dalil) tanpa harus mengkaji para perawinya
.
4.      Jenis - jenis Hadits Mutawatir
Sebagian ulama membagi hadis mutawatir menjadi 3 jenis, Yakni: Mutawatir lafzhi,ma’nawi,dan ’amali. Dan ada sebagian ulama lain seperti ulama ushul fiqh. Membaginya menjadi 2 jenis.Yakni : Mutawatir lafzhi dan ma’nawi.  
Jalaluddin ‘Abd Rahman Ibn Abi Bakar As-Syuyuthi, Tadrib al-Rawi fi syarh Taqrib An-Nawawi. Jilid II (Beirut:Dar al-fikr:1989) hlm 176-177
Sebagaimana perbedaan pembagian hadits dilihat dari segi kuantitasnya jumlah periwayat. Perbedaan jumlah tidak menjadi persoalan,karena jumlah dapat dipersingkat menjadi kecil dan dapat diperinci menjadi banyak yang penting substansinya adalah sama. Bagi yang  ia menghitung 2 macam,maka mutawatir ‘amalinya dimasukkan pada kedua macam tersebut. Karena ia melihat hadits mutawatir ‘amalinya sudah berbentuk periwayatan yang tidak lepas dari dua bentuk tersebut.


a.       Mutawatir lafzhi
Mutawatir lafzhi ialah
"هو ما تواتر لفطه و معناه"
 “Hadits yang mutawatir lafaz dan maknanya”
Menurut Muhammad Al-Sabbagh hadits mutawatir lafzhi  adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak periwayat sejak awal sampai akhir sanad dengan memakai redaksi yang sama.


Berhubung hadits mutawatir mensyaratkan:
1)   Dari segi sanad harus banyak periwayat yang meriwayatkannya sejak awal hingga akhir  sanad,dan,-
2)   Matan hadits yang diriwayatkan menggunakan redaksi yang sama, maka tidak banyak hadist yang diriwayatkan dengan cara ini.
Para ulama berbeda dalam memahami definisi mutawatir lafzhi,sehingga diantara mereka ada yang berpendapat hadits mutawatir hanya sedikit. Sekalipun sedikit jumlah menurut sebagian ulama tetapi, mereka tetap mengakui adanya hadis mutawatir lafzhi.

b.      Mutawatir ma’nawi
Mutawatir ma’nawi adalah
"ما تواتر معناه  دون لفطه"
“Hadits yang mutawatir maknanya,bukan lafazhnya”
Maksudnya adalah hadits yang hanya menjelaskan secara kongklusif. Hanya dari maknanya saja bukan lafaznya., makna lafaz boleh berbeda, tetapi maksud dan kesimpulannya sama.

  c,  Mutawatir ‘amali
        Mutawatir  ‘amali adalah:
"ما علم من الدين بالضرورة وتواتر بين المسلمين أن النبي صلى الله عليه وسلّمفعله أو أمر به أو غير ذلك"
 “Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir  anatara kaum muslimin bahwa Nabi SAW. Mengerjakannya atau menyuruhnya dan yang selain itu”

5.  Kitab - Kitab Hadits Mutawatir
Kitab hadits mutawatir antara lain sebagai berikut:
a)      Al-Azhar Al-Mutanatsiran fi Al-Akhbar A-Mutawatirah, karya As-Syuyuti
b)      Qathaf Al-Azhar, karya As-Syuyuti merupakan lanjutan karangan beliau
c)      Nazhm Al-Mutanatsir min Al-Hadis Al-Mutawatir, karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani
d)     Al-La’ali Al-Mutanatsirah fil Al-Ahaddis Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqi
6.      Contoh Hadits Muttawatir
Contoh Hadits Mutawatir
Hadits yang dikategorikan sebagai mutawatir jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan jenis hadits Ahad. Ada beberapa contoh hadits Mutawatir, yaitu hadits :
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka”.
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِى فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا
“Semoga Allah melihat seorang yang mendengarkan ucapanku, lalu memahami dan menghapalkannya, kemudian menyampaikan ucapan tersebut”.
B.     HADITS AHAD
 1.     Pengertian Hadits Ahad
Kata Ahad (  أحاد ) adalah jama’ dari Ahadun (  أحد ) yang berarti satu. Hadits  ahad   menurut bahasa ialah yang diriwayatkan oleh satu orang saja. Adapun menuurut terminology  ulama hadits, hadits ahad adalah:
 "هو ما لم يجتمع فيه شروط المتوا تر"
“Hadits yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat hadist mutawatir”
 Bagi ulama yang membedakan hadits dari segi kuantitas menjadi 3: Mutawatir,Masyhur,Ahad. Maka definisi hadits ahad ialah: “Hadits yang diriwayatkan oleh satu  orang atau dua orang atau lebih yang jumlahnya tidak memenuhi persyaratan hadits masyhur atau mutawatir”

2.      Pembagian Hadits Ahad
Pembagian hadits ahad terbagi 3 macam yaitu:
1)    Hadits Masyhur
2)    Hadits ‘Aziz
3)    Hadits Gharib

1. Hadits Masyhur
    Secara bahasa, lafaz masyhur berasal dari isim maf’ul,dari kata Syahara seperti
  شهرت الأمر" " (aku memasyhurkan sesuatu) yang berarti mengumumkan sesuatu atau dalam pengertian lain diartikan Terkenal, Tenar, Familiar atau Populer. Dalam istilah lain ulama membagi hadits masyhur 2 bagian:
a.    Masyhur Istilahi

"ما رواه ثلاثة فأكثر فى كلّ طبقة من طبقاة السند ما لم يبلغ حد التواتر"
“ Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap  tingkatan(thaqabah) pada beberapa tingkatan sanad tetapi tidak mencapai kriteria mutawatir”.

Sebagian ulama berpendapat hadits masyhur sinonim dengan hadits mustafidh(dalam bahasa diartikan penuh dan tersebar) dan sebagian ulama lain berpendapat bahwa mustafidh lebih khu

b.Masyhur Ghayr Isthilahi
Pengertiannya adalah
"ما اشتهر على ألألسنة من غير شروط تعتبر"
“ Hadist yang populer pada ungkapan lisan (para ulama)tanpa ada persyaratan yang definitif”
       Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Hadits Masyhur Ghayr Isthilahi adalah hadits yang populer atau terkenal dikalangan golongan atau kelompok orang tertentu.Sekalipun jumlah periwayat dalam sanad tidak mencapai 3 orang atau lebih.Hadits ini hanya populer pada sekelompok orang atau ulama dalam bidang ilmu tertentu.Contoh :
"أبغض الحلال إلى اللّه الطلاق"
  “Halal yang dimurka Allah adalah Talak”
Hukum hadits masyhur baik isthilahi atau ghayr isthilahi tidak seluruhnya dinyatakan shahih atau tidak shahih,akan tetapi tergantung kepada hasil penelitian ulama. Sebagian hadits yang masyhur ada yang shahih sebagian hasan,dhaif,bahkan ada yang mawdhu’. Namun,memang diakui,bahwa keshahihan hadits masyhuristhilahi lebih kuat daripada keshahihan hadits ‘aziz dan gharib yang hanya diriwayatkan satu atau dua orang perawi saja.

Para ulama telah menyusun kitab-kitab tersendiri yang berisi tentang hadis masyhur. Seperti:
1. Al-Maqashid Al-Hasanah  fima usytuhira ‘alal Al-Sinah karya As-Sakhawi
2.   Kasyfu Al-Khafa wa Muzil Al-Ilbas fima usytuhira min al-Hadits ‘ala Al-Sinah An-Nas  karya: Al-Ajaluni
3,Tamyiz Ath-Thayyib min Al-Khabits fima yadur ‘ala Al-Sinah An-Nas. Karya: Ad-Daiba    Asy-Syaibani

2. Hadits ‘Aziz
Dari segi bahasa berasal dari kata  (عزّـ يعزّ)  yang merupakan sifat musyabbahahyang artinya sedikit atau langka. Menurut istilah hadis ‘aziz adalah:
"أن لا يقلّ رواته عن التبن في جميع طبقاة السند"
 “Hadis yang semuanya thabaqah sanadnya tdak kurang dari dua orang periwayat”
  
Maksud definisi tesebut adalah menunjukkan bahwa hadits ‘aziz hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi pada seluruh tingkatan (thabaqah) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja.
Sebagaimana halnya hadits masyhur,hadits ‘aziz ada yangshahih,hasan,dha’if,bahkan ada yang mawdhu’.Tergantung persyaratan yang terpenuhi.Adapun kitab-kitab khusus hadits ‘aziz belum bisa didapatkan mungkin karena kelangkaan hadits tersebut.

3. Hadits Gharib

Kata Gharib secara bahasa berarti menyendiri(المنفرد) atau jauh dari kerabat. Dari segi istilah adalah
"ما تفرّد به راو واحد فى أيّ طبقة من طبقات السند"
”Hadits yang bersendiri seoramg perawi dimana saja tingkatan (thabaqah) daripada beberapa timgkatan sanad”

Nama lain yang satu arti dengan hadits gharib adalah hadits fard ( فرد  ) dalam bahasa diartikan tunggal atau satu jama’nya Afrad( أفرد  )
Hadits  gharib terdiri dari dua jenis:
a. Gharib Mutlak,yaitu:
"هو ما كانت الغاربة فى أصل سنده و أصل السند هو طرفه ألّذى فيه الصحابي"
  “Hadits yang gharabahnya (perawi satu orang) terletak pada pokok sanad.Pokok sanad adalah ujung sanad yaitu seeorang sahabat”

b.    Gharib nishbi (elative)yaitu :

"ما كانت الغرابة فى اثناء السند"
“Hadist yang terjadi gharabahnya (perawinya satu orang) ditengah sanad.”

Gharabah nishbi terbagi tiga macam :
1) Muqayyad bi ats-tsiqah
 2) Muqayyad bi al-balad
 3) Muqayyad ‘ala ar-rawi
Kitab-kitab hadits yang diduga banyak hadits gharib ialah:
1.)  Kitab Athraf Al-Gharib Wa-Al-Afrad karya Muhammad Thahir Al-Maqdisi.
2.) Musnad Al-Bazzar.
3.)Al-Mu’jam Al-Ausath karya At-Thabarani.

3.       KEHUJJAHAN HADITS AHAD
   Jumhur ulama baik dari sahabat tabi’in, serta para ulama sesudah mereka dari kalangan ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ushul berpendapat bahwa hadits ahad yang shahih dapat dijadikan hujjah yang wajib diamalkan dengan syarat hadits tersebut sebagai kewajiban syar’i bukan akli.

   Contoh Hadits Ahad
Contoh pertama, hadits nomor 1, yang kami bawakan dari Shahih Bukhariyaitu sebuah hadits ahad dan gharib.
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya amal itu dengan niat, dan sesungguhnya bagi masing-masing orang apa yang dia niatkan.Barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yangakan ia dapatkan atau kepada perempuan yang akan dia nikahi maka (hasil) hijrahnya adalah apa yang dia niatkan”.[Muttafaqun ‘alaih].
Apakah hadits ini tidak berbicara tentang aqidah?Bahkan hadits ini berbicara tentang salah satu diterimanya amal, tentang ikhlas yang merupakan syarat diterimanya amal seseorang. Hadits ini, jelas merupakan hadits ahad, dan termasuk ke dalam bagian hadits gharib, karena tidak diriwayatkan, kecuali dari jalan Umar bin Khaththab. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Al Qamah bin Waqqash Al Laitsi. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Muhammad bin Ibrahim At Taimi. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Yahya bin Sa’id Al Anshari. Kemudian dari beliau ini diriwayatkan oleh puluhan perawi, bahkan mungkin ratusan.Awalnya mutawatir, akhirnya ahad dan gharib.Ini salah satu contoh hadits yang diterima oleh para ulama, bahkan hampir sebagian besar ulama.
Hadits nomor 7, yang diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari.Hadits yang panjang, berbicara tentang hukum, aqidah, adab dan lain-lain.Yaitu hadits tentang kisah Hiraklius.Hadits ini telah diterima oleh para ulama. Di dalamnya diceritakan, Hiraklius bertanya kepada Abu Sufyan, yang ketika itu ia masih musyrik, berkaitan dengan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya, Hiraklius bertanya kepada Abu Sufyan :
مَاذَا يَأْمُرُكُمْ قُلْتُ يَقُولُ اعْبُدُوا اللَّهَ وَحْدَهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَاتْرُكُوا مَا يَقُولُ آبَاؤُكُمْ وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ
“Apa yang diperintahkan oleh Muhammad kepada kalian? Aku (Abu Sufyan) menjawab,”Muhammad mengatakan: ‘ Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, tinggalkanlah apa yang dikatakan (diyakini) oleh bapak-bapak (nenek moyang) kalian’. Muhammad (juga) menyuruh kami untuk shalat, zakat, jujur, menjaga harga diri dan menyambung tali silaturrahim…””
Apakah yang dimaksudkan dalam hadits ini bukan aqidah?Demikian ini aqidah, merupakan hadits ahad dan bukan mutawatir. Bahkan dalam hadits yang mulia ini terdapat surat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الْأَرِيسِيِّينَ وَ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لَا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad hamba Allah dan RasulNya kepada Hirakla (Hiraklius) pembesar Romawi, keselamatan atas orang yang mengikuti petunjuk, amma ba’du. Sesungguhnya aku mengajakmu dengan ajakan Islam, Islamlah! Engkau pasti akan selamat dan Allah akan memberikan kepadamu balasan dua kali lipat. Jika engkau berpaling, maka engkau akan menanggung dosa-dosa rakyatmu. (Kemudian Rasulullah n membawakan ayat, yang artinya:) Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah.Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. [Ali Imran:64].
Surat ini mengajak Hiraklius untuk masuk Islam, kembali ke agama tauhid.Apakah seperti ini bukan aqidah?Demikian ini adalah masalah aqidah.Bahkan dalam hadits ini terkumpul masalah akhlak, hukum, aqidah dan sebagainya.Kalau hadits ahad tidak bisa dijadikan sebagai hujjah dalam masalah aqidah, maka hadits yang mulia ini tertolak.

C.      HADITS SHAHIH
1.      Pengertian Hadits Shahih
Kata shahih.(  الصحيح) dalam bahasa diartikan orang sehat antonym dari kata as-saqim(  السقيم )orang yang sakit. Jadi yang dimaksudkan hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat .menurut Shubhi As-Shalih, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung,diriwayatkan oleh periwayat ‘adil dan dhabit hingga bersambung kepada Rasullah SAW atau pada sanad terakhir  berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung syadz ataupun cacat(‘illat)3.. Dari definisi tersebut dapatdiambil kesimpulan dan kesimpulannya hadits shahih mempunyai 5 kriteria:
a) Sanadnya Bersambung
Yang dimaksud sanadnya bersambung ialah:tiap-tiap periwayat dalam sanadnya bertemu secara langsung(  مباشرة ) atau secara hukum ( حكمى) dari awal sampai akhir sanad.

b) Perawinya Bersifat  ‘Adil
Para ulama berbeda pendapat tentang krtieria periwayat hadits yang bersifat ‘adil. Tetapi mereka memberi tujuan yang sama hanya saja penafsirannya yang berbeda. Adapun criteria perawi yang bersifat ‘adil adalah : -Islam.-Mukallaf.-Melaksanakan ketentuan agama.-Memelihara muru’ah.
  
c) Perawinya Bersifat Dhabit (Memiliki daya ingat yang kuat)
Para perawi memiliki daya ingat yang kuat termasuk soal hafalan.Ini sangat diperlikan dalam rangka menjaga otentisitas hadis.Mengingat tidak seluruh hadis tercatat pada masa awal perkembangan hadis.

d) Tidak ada kejanggalan (syadz)
Dalam hadits shahih tersebut tidak terjadi adanya kejanggalan (syadz) baik dari segi matan maupun sanadnya  atau perawi itu sendiri.

e) Tidak ada cacat (‘illat)
Maksudnya suatu hadits bisa terjadi cacat (‘illat) karena ada sebab tersembunyi yang membuat cacat keabshahan suatu hadist padahal zhahihrnya (matan) selamat dari cacat tersebut. Besar kemungkinan dikarenakan perawinya seorang fasik,ahli bid’ah,kurang bagus hafalannya.

2. Jenis - Jenis Hadits Shahih
 Yakni ada 2 jenis:
a. Shahih Lidzatih
     Shahih dengan sendirinya karena telah memenuhi 5 syarat hadis shahih.

b. Shahih Lighayrih
     Shahih karena ada sebab yang lain. Yaitu hadits hasan lidzatih karena ada periwayatan yang lain yang mendukung  sebab naiknya hadits shahih lighayrih.

3. Kehujjahan Hadits Shahih

Para ulama sepakat menggunakan hadits shahih sebagai hujjah (dalil) dalam bidang hukum,sosial,akhlak,ekonomi,dan sebagainya.Kecuali dalam bidang akidah, hadis shahih yang ahad masih diperselisihkan para ulama.

4.      Kitab - Kitab Hadits Shahih
1) Shahih Al-Bukhari
2) Shahih Muslim
3) Shahih Ibnu Khuzaimah
4) Shahih Ibnu Hibban
5) Shahih Ibnu As-Sakan
6) Shahih Al-Albani
7)Mustadrak Al-Hakim

5.      Syarat-syarat Hadits Shahih

1)  Sanadnya Bersambung
       Setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima hadits langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya.
       Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para perawinya.Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi yang dha’if, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.
2) Perawinya Adil
       Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.
3) Perwainya Dhabith
       Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.
       Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.
4) Tidak Syadz
       Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz. Maka timbullah penilaian negatif terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.
5) Tidak Ber’illat
       Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih.Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih.Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak ber’illat, ialah hadits yang di dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan.‘Illat hadits dapat terjadi baik pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama.Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad.
Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut;

حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ "(رواه البخاري)

" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
Analisis terhadap hadits tersebut:
1. Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2. Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
    a) Abdullah bin yusuf      = tsiqat muttaqin.
    b) Malik bin Annas         = imam hafidz
    c) Ibnu Syihab Aj-Juhri   = Ahli fiqih dan Hafidz
    d) Muhammad bin Jubair = Tsiqat.
e) Jubair bin muth'imi           = Shahabat.
3. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.
Contoh Hadits Shahih
Contohnya yaitu

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَوَاتِيمُسُورَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّاأُعْطِيتَهُ

Dari Ibnu ‘Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ayat-ayat penutup surah Al Baqarah, tidaklah kamu membaca satu huruf dari kedua surah itu kecuali pasti akan diberikan kepadamu.” HR Muslim 1339.

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِأَلْفَيْ عَامٍ أَنْزَلَ مِنْهُ آيَتَيْنِ خَتَمَ بِهِمَا سُورَةَ الْبَقَرَةِ وَلَا يُقْرَأَانِ فِي دَارٍ ثَلَاثَ لَيَالٍ فَيَقْرَبُهَا شَيْطَانٌ

Dari Nu’man bin Basyir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menulis kitab (Al Qur`an) sejak dua ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, Allah menurunkan dua ayat darinya sebagai penutup surah Al Baqarah, tidaklah keduanya dibaca dalam rumah selama tiga malam setan akan mendekatinya.” HR Tarmidzi 2807, shahih
.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْبَدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآيَتَانِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مَنْ قَرَأَهُمَا فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

Dari Abu Mas’ud Al Badri radliallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Dua ayat terakhir dari surah Al Baqarah, barangsiapa membacanya pada malam hari, maka ia akan dicukupi.” HR Bukhari 3707.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُعْطِيتُ خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ وَلَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي
Dari Abu Dzarr berkata, “Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Aku diberi penutup Surah Al Baqarah dari simpanan bawah ‘Arasy yang tidak diberikan pada seorang Nabi sebelumku.” HR Ahmad 20583, shahih.

عَمَّنْ سَمِعَ عَلِيًّا يَقُولُ مَا كُنْتُ أَرَى أَنَّ أَحَدًا يَعْقِلُ يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ هَؤُلَاءِ الْآيَاتِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَإِنَّهُنَّ لَمِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ

Dari orang yang mendengar Ali berkata; Aku tidak melihat seorang berakal tidur hingga ia membaca ayat-ayat terakhir surah Al Baqarah. Sesungguhnya ayat-ayat tersebut termasuk perbendaharaan (rahmat Allah) di bawah ‘Arasy. HR Darimi 3250.

D.      HADITS DHA’IF
1.       Pengertian Hadits Dha’if
Hadits Dha’if berasal dari bahasa arab ( ضعيف) yang berarti lemah. Kelemahan hadis dha’if ini karena sanad dan matannya tidak memenuhi kriteria hadits kuat yang diterima sebagai hadi hujjah. Para ulama memberikan pendapat yang berbeda ,meskipun maksud dan kandungannya sama, An-Nawawi dan Al-Qasimi mendefinisikan hadits dha’if ini dengan:
"مالم يوجد فيه شروط الصّحّة ولا شروط الحسن"

“Hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan”
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib . Ushul Al-Hadist. hlm 333 dan Jalaluddin ‘Abd Rahman As-      Syuyuthi. Tadrib  hlm 91
  Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut 
مَاأَخْرَجَهُ التِّرْمِيْذِيْ مِنْ طَرِيْقِ “حَكِيْمِ الأَثْرَمِ”عَنْ أَبِي تَمِيْمَةِ الهُجَيْمِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص م قَالَ : ” مَنْ أَتَي حَائِضاً أَوْ اِمْرَأةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهُنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمِّدٍ “
Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”
Berkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut Tahdzib” : Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang bermuka dua.

2. Kriteria - Kriteria Hadits Dha’if  
Dari definisi tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa hadits dha;if tidak memenuhi salah satu persyaratan hadis shahih dan hadis hasan.

3. Macam - Macam Hadits Dha’if
1. Hadits Dha’if  Karena Sanadnya Terputus
    a) Hadits Mu’allaq
    b) Hadits Munqathi’
    c) Hadits Mu’an’an dan Muannan
    d) Hadits Mu’dhal
    e) Hadits Mudallas
    f) Hadits Mursal
    g) Hadits Mauquf
2. Hadits Dha’if Karena Periwayatnya Tidak ‘Adil
    a)   Hadits Mawdhu’
    b)  Hadits Matruk
    c)  Hadits Munkar / Majhul.
3. Hadits  Dha’if Karena  Periwayatnya  Tidak Dhabith
a) Hadits Mudallas
   b) Hadits Mudraj
   c) Hadits Maqlub
   d) Hadits Mazid
   e) Hadits Mudhtharib
   f) Hadits Mushahhaf
   g) Hadtis Majhul (Munkar)
   h)  Hadits Syadz
4. Hadits Dha’if Karena Mengandung Syadz
5. Hadits Dha’if Karena Mengandung’Illat (Cacat)

4. Kehujjahan Hadits Dha’if
    Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani. Hadis dha’if bisa dijadikan hujjah apabila memenuhi 3 persyaratan:
1. Tidak terlalu dha’if
2. Termasuk dalam  fadha’ilul a’mal
3. Tidak diyakinkan secara qath’i  (pasti) akan kebenaran akan hadis Nabi,tetapi karena berhati-hati semata atau ikhtiyat

5. Kitab - Kitab Hadits Dha’if
Diantara kitab-kitab yang tersusun secara khusus tentang hadis dha’if ialah
a) Al-Marasil karya Abu Dawud
 b)Al-‘Ilal karya Ad-Daruqutni
 Kitab-kitab yang banyak  mengemukakan para perawi dha’if  ialah:
 1) Adh-Dhuafa karya Ibn Hibban
2)  Mizan Al-I’tidal karya Adz-Dzahabi


E.      HADITS HASAN
1.      Pengertian Hadits Hasan
Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar;
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya.Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.
Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:
حدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ ….. الحديث “
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…” (HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhail iljihadi)
2.      Klasifikasi Hadits Hasan
1)  Hadits Hasan li-Dzatih
Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.
2) Hadits Hasanli-Ghairih
Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya. Jumhur ulama muhaddisin memeberikan definisi tentang haditst hasan li-Ghairihi sebagai berikut:
مالايخلوإسناده من مستور لم تتحقق أهليته وليس مغفلا. كثير الخطاء ولاظهر منه سبب مفسق, ويكون متن الحديث معروفا برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر
Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.Haditst hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dha’if.
3.      Kehujahan Hadits Hasan
Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal.Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadits hasan.
Contoh hadits Hasan
Hadits Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:

أن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏قال ‏ ‏لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة ‏
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda:”Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.”(HR. at-Tirmidzi, Kitab ath-Thaharah). 
F.      HADITS MASYHUR
1.      Pengertian Hadits Masyhur
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan sanadnya, tapi tidak mencapai derajat mutawaatir.

2.      Pembagian Hadits Masyhur
Hadits masyhur terbagi beberapa jenis sesuai sisi pandangnya:

Yang pertama: Ditinjau dari segi diterima atau tidak, hadits masyhur terbagi tiga:

1.      Hadits Masyhur yang sahih.

2.      Hadits Masyhur yang hasan.

3.      Hadits Masyhur yang lemah.

Contoh hadits masyhur yang sahih:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا»
“Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan mencabutnya secara langsung dari para hamba, akan tetapi mengangkatnya dengan mewafatkan para ulama. Sampai saat tidak tersisa lagi seorang ulama, maka orang-orang menjadikan pemimpin (panutan) dari orang bodoh lalu mereka bertanya kepadanya dan ia menjawabnya tanpa dasar ilmu. Maka mereka sesat dan menyesatkan”.

Hadits ini diriwayatkan dari tiga sahabat:
a)      Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab sahihnya.

b)      Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam kitabnya Al-Mu’jam Al-Ausath no.6403.

c)      Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam kitab musnadnya dan Al-Khathiib dalam kitabnya Tarikh Bagdad 3/252.

Contoh hadits masyhur yang hasan:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
«لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ»
“Tidak boleh merusak orang lain dan tidak boleh merusak diri sendiri”

Hadits ini diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit, Ibnu Abbas, Abu Sa’id Al-Khudriy, Abu Hurairah, Abu Lubabah, Tsa’labah bin Malik, Jabir bin Abdillah, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum sebagaimana disebutkan oleh Az-Zaila’iy dalam kitabnya “Nashbu-rrayah” 4/384 dan dihasankan oleh Imam As-Suyuthiy dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shagiir no.9899.

Contoh hadits masyhur yang lemah:

Hadits:
(اللِّوَاءُ يَحْمِلُهُ عَلِيٌ يَوْمَ القِيَامَةِ)
“Panji umat Islam dipegang oleh Ali bin Abi Thalib pada hari kiamat”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Jauziy dalam kitabnya Al-Maudhu’aat (kumpulan hadits-hadits palsu) dari Anas bin Malik, Jabir bin Samurah, dan Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhum.

Yang kedua: Ditinjau dari segi posisinya, hadits masyhur terbagi dua:

1)      Masyhur muthlaq; apabila diriwayatkan dari tiga orang sahabat atau lebih seperti pada contoh hadits masyur yang sahih, hasan dan lemah.

2)      Masyhur nisbiy; apabila diriwayatkan oleh banyak orang pada salah satu tingkatan sanadnya. Contoh:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»
“Sesungguhnya setiap amalan itu didasari oleh niat, dan setiap orang mendapatkan sesuai dengan niatnya.Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya bernilai hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena niat mendapatkan dunia atau mengawini seorang wanita maka hijrahnya bernilai sesuai yang ia niatkan”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamkecuali Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Umar kecuali ‘Alqamah bin Waqqash Al-Laitsiy, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari ‘Alqamah kecuali Muhammad bin Ibrahim At-Taimiy, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Muhammad kecuali Yahya bin Sa’id Al-Anshariy. 
Kemudian hadits ini diriwayatkan oleh banyak orang (masyhur) dari Yahya, seperti: Malik bin Anas, Sufyan Ats-Tsauriy, Hammad bin Zayd, Abdul Wahhab bin Abdul Majid Ats-Tsaqafiy, Abu Khaid Al-Ahmar, Yazin bin Harun, Abdullah bin Mubarak, dan selainnya. 

Yang ketiga: Ditinjau dari segi istilah, hadits masyhur terbagi dua:

1-      Masyhur isthilahiy (sesuai definisi); yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan sanadnya, tapi tidak mencapai derajat mutawaatir. Seperti pada contoh-contoh sebelumnya.

2-      Masyhur gairu isthilahiy(tidak sesuai definisi); yaitu hadits masyhur (terkenal) karena banyak disebutkan oleh orang sekalipun sanadnya hanya satu atau dua, atau bahkan tidak punya sanad sama sekali.

Hadits masyhur gairu isthilahiy ada beberapa jenis:

a.      Hadits yang masyhur (terkenal) khusus di kalangan ulama hadits, contoh:
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
«قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ» [صحيح البخاري ومسلم]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut selama sebulan meminta kebinasaan bagi kaum Ri’lin dan Dzakwan. [Sahih Bukhari dan Muslim]

b.      Hadits yang masyhur di kalangan ahli hadits, ulama secara umum, dan orang awam, contoh:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:
«الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ»
“Seorang muslim (yang sempurna keislaman-nya) adalah orang yang umat Islam selamat dari kejahatan lidah dan tangannya”.

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab sahihnya dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dan Imam Muslim dalam kitab sahihnya dari Jabir bin Abdillah dan Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhum.

c.       Hadits yang masyhur di kalangan ahli fiqhi (fuqahaa’), contoh:
Hadits:
«أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ»
“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah ta’aalaa adalah talak”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dalam kitabnya As-Sunan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Abu Hatim, Ad-Daruquthniy, dan Al-Baehaqiy menghukumi hadits ini lemah.

d.      Hadits yang masyhur di kalangan ulama ushul fiqh, contoh:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
( رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الخَطأُ والنِّسْيانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيهِ )
“Diangkat (dosa) dari umatku jika melakukan kesalahan, lupa, atau apa yang dipaksakan padanya”.

Hadits ini diriwayatkan dengan lafadz yang bervariasi dari Abdullah bin Abbas,  Abu Dzar, Abu Ad-Dardaa’, Ummu Ad-Dardaa’, Tsauban, Ibnu Umar, Uqbah bin ‘Amir, dan Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhum.
Disahihkan oleh Al-‘Uqailiy, Al-Hakim, Al-Baehaqiy, Adz-Dzahabiy, Al-Haetsamiy, An-Nawawiy, dan syekh Albaniy dalam kitabnya Al-Irwa’ no.82.

e.      Hadits yang masyhur di kalangan ulama nahwu (ahli tata bahasa arab), contoh:

Hadits:
نِعْمَ الْعَبْدُ صُهَيْبٌ، لَوْ لم يخف للَّه لَمْ يَعْصِهِ
“Sebaik-baik hamba Allah adalah Suhaib, kalaupun ia tidak tidak punya rasa takut kepada Allah maka ia tetap tidak akan mendurhakainya”.

Hadits ini sangat lemah, tidak punya sanad (laa ashla lahuu).Lihat silsilah hadits dha’if karya syekh Albaniy no.1006.

f.        Hadits yang masyhur di kalangan orang banyak, contoh:

Hadits Abu Mas’ud Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ» [صحيح مسلم]
“Barangsiapa yang menunjuki seseorang pada suatu kebaikan maka ia mendapatkan pahala seperti pahala yang melakukannya (atas petunjuknya)”. [Sahih Muslim]

g.      Hadits yang masyhur di kalangan ahli pendidikan (adab), contoh:

Hadits:
أدَّبَنِي رَبِّي فأَحْسَنَ تَأدِيبِي
“Tuhankulah yang mendidikku, maka Ia mendidikku dengan baik”.

Makna hadits ini sahih, tapi tidak ada diketahui sanadnya yang sahih.Lihat silsilah hadits dha’if karya syekh Albaniy no.72.
Contohnya adalah hadits,

إن الله لا يقبض العلم انتزاعًا ينتزعه من صدور العلماء ولكن يقبض العلم بقبض العلماء، حتى إذا لم يق عالمًا اتخذ الناس رؤوسًا جهالاً، فسئلوا فأفتوا بغير علمٍ فضلوا وأضلوا

“Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu ini sekaligus yang dicabutnya dari dada para ulama, akan tetapi Dia mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Hingga jika Dia tidak menyisakan seorang yang berilmu, manusia akan mengambil tokoh-tokoh yang bodoh. Mereka pun ditanya dan mereka berfatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhary, Muslim, ath-Thabrani, Ahmad dan al-Khatib al-Baghdadi dari empat orang Shahabat yaitu Abdullah bin ‘Amr, Ziyad bin Labid, Abu Hurairah dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum. Pada setiap tingkatan dari tingkatan-tingkatan periwayatan (thabaqah sanad), hadits ini diriwayatkan dari empat Shahabat sampai kepada para imam tersebut dan jumlah perawinya tidak pernah kurang dari tiga orang, sehingga hadits ini diistilahkan sebagai hadits Masyhur.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits mutawatir ialah berita hadits yang bersifat indrawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan akal yang menghukumi mustahil menurut tradisi (adat) jumlah yang maksimal berpijak untuk kebohongan.
Hadits ahad ialah: “Hadits yang diriwayatkan oleh satu  orang atau dua orang atau lebih yang jumlahnya tidak memenuhi persyaratan hadits masyhur atau mutawatir”
Hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.
Hadits Dha’if berasal dari bahasa arab ( ضعيف) yang berarti lemah.
Hadits Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar;“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan sanadnya, tapi tidak mencapai derajat mutawaatir.







DAFTAR PUSTAKA


Sumber : http://bodohtapisemangat.blogspot.co.id/2015/03/makalah-alquran-hadis.html
http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/03/makalah-hadits-shahih-hasan-dan-dhaif.html?m=1













Tuesday, April 18, 2017

MAKALAH
ULUMUL HADITS
Pembagian Hadits dari segi Kuantitas dan Kualitas
Dosen Pembimbing:
M.Zainul Umam. M.Pd.I
Prodi : Ekonomi Syari’ah

Disusun Oleh:
NAMA NPM
Redy Prastyo 169201041
Rita Imroatus Sholihah 169201030
Riyantoni 169201031



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) TULANG BAWANG
TAHUN AKADEMIK 2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami ucapkan puji dan syukur dengan berkat rahmat Allah swt yang telah memudahkan kami dalam menyelesaikan tugas  makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Pembagian hadits dari segi Kuantitas dan Kualitas (sanak) ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits. Kami  telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun ini belum mencapai tahap kesempurnaan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Bapak M.Zainul Umam. M.Pd.I yang telah memberikan tugas makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua dalam kehidupan sehari-hari.



Tulang Bawang, 25 maret 2017


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
  Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah AlQur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termasuk dalam Al-Qur’an.Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya memiliki ciri dan kriteria yang berbeda. Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui apakah pengertian suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut;
1.  Apa pengertian hadits Mutawatir dan berserta contohnya?
2.  Apa pengertian hadits Ahad dan berserta contohnya ?
3.  Apa pengertian hadits Shahih dan berserta contohnya?
4.  Apa pengertian hadits Dha’if dan berserta contohnya ?
5.  Apa pengertian hadits Hasan dan berserta contohnya?
6.  Apa pengertian hadits Masyhur dan berserta contohnya?
C. Manfaat Penulisan
           Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan yang telah kita miliki terutama tentang ilmu hadits.
























BAB II
PEMBAHASAN

A.   HADITS MUTAWATIR
1.      Pengertian Hadits Mutawatir
Kata mutawatir secara bahasa,merupakan isim fa’il,dari kata at-tawatur,yang bermakna at-tatabu’ (berturut-turut). Dalam hal ini.mutawatir mengandung pengertian yang bersifat kontinyu,baik secara berturut maupun terus menerus tanpa ada hal yang menyela dan menghalangi kontinuitas itu. Secara istilahi yang  lengkap dikemukakan oleh Muhammad  ‘Ajjaj Al-khatib:

"ما رواه جمع تحيل العادة تواطؤهم على الكاذب عن مثلهم من اول السند الى منتهاه ان لا يختل هذا الجمع في اي طبقة  من طيقات السند "

“Hadits yang diriwayatkan sejumlah periwayat yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka sepakat berdusta (tentang hadis yang diriwayatkan) dari sejumlah periwayat dengan jumlah yang sepadan semenjak sanad yang pertama sampai sanad yang terakhir dengan syarat jumlah itu tidak berkurang pada setiap tingkatan sanadnya².
   Adapun dari beberapa sumber redaksi yang lain mengatakan tentang pengertian mutawatir:
"ما كانا عن محسوس  أخبر به جماعة بلغوا في الكثرة مبلغا تحيل العادة تواطؤهم على الكاذب"

“ Hadits yang didasarkan pada pancaindra (dilihat atau didengar) yang diberitakan oleh segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat berbohong”
    Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadis mutawatir merupakan hadits shahih yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayat yang menurut logika dan adat istiadat mustahil mereka sepakat berdusta. Atau dalam pengertian yang lain hadits mutawatir ialah berita hadits yang bersifat indrawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan akal yang menghukumi mustahil menurut tradisi (adat) jumlah yang maksimal berpijak untuk kebohongan. Dan adapun sandaran beritanya berdasarkan sesuatu yang dapat di indra seperti  disaksikan, didengar diraba,dicium atau dirasa.


  Mahmud At-Tahhan, Taysir Musthalah Al-Hadits (Surabaya:Syirkah Bungkul Indah,tth), hlm 19
  Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits, hlm 301

2.      Syarat – syarat Hadits Mutawatir
   Dari berbagai definisi tersebut kita telah menemukan syarat-syarat hadis mutawatir yang telah diketahui,yaitu ada 4:
1. Diriwayatkan sejumlah orang banyak.Mengenai hal ini para ulama berbeda pendapat tentang jumlah banyak pada perawi hadis tersebut dan tidak ada pembatasan yang tetap. Diantara sebagian ulama,mereka berpendapat jumlah minimal adalah 4. Ada yang berpendapat jumlah periwayat ada 5,10,orang (karena ia minimal jama’ kasrah) 40,70 orang (jumlah sahabat Nabi Musa A.S) bahkan ada yang berpendapat 300 orang lebih (jumlah tentara thalut dan ahli perang badar). Mengutip pendapat sebagian ulama yang terpitilih oleh Imam Al-Istikhari,Imam jalaluddin As-Syuyuti adalah 10 orang³. Sebenarnya inti dari penentuan jumlah tersebut adalah banyak orang yang karenanya mustahil mereka sepakat berdusta.
2.  Adanya jumlah banyak pada seluruh tingakatan sanad.Maksudnya jumlah banyak orang pada setiap tingkatan (thaqabah) sanad dari awal sampai akhir sanad.
3. Mustahil bersepakat bohong.Pada masa awal pertumbuhan hadis memang tidak ega dianalogikan dengan masa modern sekarang ini. Disamping kejujuran dan daya memori mereka yang masih andal,transportasi.antar daerah tidak semudah sekarang. Perlu waktu yang lama dan ega sampai berbulan-bulan dalam kunjungan suatu egara. Berdasarkan hal ini jika periwayatan suatu hadis berjumlah besar,sangat sulit mereka sepakat bohong dalam suatu periwayatan.
4. Sandaran berita terletak pada pancaindra Maksudnya adalah berita itu didengar dengan telinga atau dilihat dengan mata dan disentuh  dengan kulit,tidak didasarkan pada logika atau akal.

3.      Hukum Mutawatir atau Kehujjahan Hadits Mutawatir
Dengan demikian,tidak ada perselisihan dikalangan para ulama tentang keyakinan faidah hadits mutawatir. Dan mereka bersepakat bahwa seluruh hadits mutawatir dapat diterima (maqbul) untuk dijadikan hujjah (dalil) tanpa harus mengkaji para perawinya
.
4.      Jenis - jenis Hadits Mutawatir
Sebagian ulama membagi hadis mutawatir menjadi 3 jenis, Yakni: Mutawatir lafzhi,ma’nawi,dan ’amali. Dan ada sebagian ulama lain seperti ulama ushul fiqh. Membaginya menjadi 2 jenis. Yakni : Mutawatir lafzhi dan ma’nawi.
Jalaluddin ‘Abd Rahman Ibn Abi Bakar As-Syuyuthi, Tadrib al-Rawi fi syarh Taqrib An-Nawawi. Jilid II (Beirut:Dar al-fikr:1989) hlm 176-177
Sebagaimana perbedaan pembagian hadits dilihat dari segi kuantitasnya jumlah periwayat. Perbedaan jumlah tidak menjadi persoalan,karena jumlah dapat dipersingkat menjadi kecil dan dapat diperinci menjadi banyak yang penting substansinya adalah sama. Bagi yang  ia menghitung 2 macam,maka mutawatir ‘amalinya dimasukkan pada kedua macam tersebut. Karena ia melihat hadits mutawatir ‘amalinya sudah berbentuk periwayatan yang tidak lepas dari dua bentuk tersebut.


a.       Mutawatir lafzhi
Mutawatir lafzhi ialah
"هو ما تواتر لفطه و معناه"
 “Hadits yang mutawatir lafaz dan maknanya”
Menurut Muhammad Al-Sabbagh hadits mutawatir lafzhi  adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak periwayat sejak awal sampai akhir sanad dengan memakai redaksi yang sama.


Berhubung hadits mutawatir mensyaratkan:
1)   Dari segi sanad harus banyak periwayat yang meriwayatkannya sejak awal hingga akhir  sanad,dan,-
2)   Matan hadits yang diriwayatkan menggunakan redaksi yang sama, maka tidak banyak hadist yang diriwayatkan dengan cara ini.
Para ulama berbeda dalam memahami definisi mutawatir lafzhi,sehingga diantara mereka ada yang berpendapat hadits mutawatir hanya sedikit. Sekalipun sedikit jumlah menurut sebagian ulama tetapi, mereka tetap mengakui adanya hadis mutawatir lafzhi.

b.      Mutawatir ma’nawi
Mutawatir ma’nawi adalah
"ما تواتر معناه  دون لفطه"
“Hadits yang mutawatir maknanya,bukan lafazhnya”
Maksudnya adalah hadits yang hanya menjelaskan secara kongklusif. Hanya dari maknanya saja bukan lafaznya., makna lafaz boleh berbeda, tetapi maksud dan kesimpulannya sama.

  c,  Mutawatir ‘amali
        Mutawatir  ‘amali adalah:
"ما علم من الدين بالضرورة وتواتر بين المسلمين أن النبي صلى الله عليه وسلّمفعله أو أمر به أو غير ذلك"
 “Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir  anatara kaum muslimin bahwa Nabi SAW. Mengerjakannya atau menyuruhnya dan yang selain itu”

5. Kitab - Kitab Hadits Mutawatir
Kitab hadits mutawatir antara lain sebagai berikut:
a)      Al-Azhar Al-Mutanatsiran fi Al-Akhbar A-Mutawatirah, karya As-Syuyuti
b)      Qathaf Al-Azhar, karya As-Syuyuti merupakan lanjutan karangan beliau
c)      Nazhm Al-Mutanatsir min Al-Hadis Al-Mutawatir, karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani
d)     Al-La’ali Al-Mutanatsirah fil Al-Ahaddis Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqi
6. Contoh Hadits Muttawatir
Contoh Hadits Mutawatir
Hadits yang dikategorikan sebagai mutawatir jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan jenis hadits Ahad. Ada beberapa contoh hadits Mutawatir, yaitu hadits :
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka”.
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِى فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا
“Semoga Allah melihat seorang yang mendengarkan ucapanku, lalu memahami dan menghapalkannya, kemudian menyampaikan ucapan tersebut”.
B.     HADITS AHAD
 1.     Pengertian Hadits Ahad
Kata Ahad (  أحاد ) adalah jama’ dari Ahadun (  أحد ) yang berarti satu. Hadits  ahad   menurut bahasa ialah yang diriwayatkan oleh satu orang saja. Adapun menuurut terminology  ulama hadits, hadits ahad adalah:
 "هو ما لم يجتمع فيه شروط المتوا تر"
“Hadits yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat hadist mutawatir”
 Bagi ulama yang membedakan hadits dari segi kuantitas menjadi 3: Mutawatir, Masyhur, Ahad. Maka definisi hadits ahad ialah: “Hadits yang diriwayatkan oleh satu  orang atau dua orang atau lebih yang jumlahnya tidak memenuhi persyaratan hadits masyhur atau mutawatir”

2.      Pembagian Hadits Ahad
Pembagian hadits ahad terbagi 3 macam yaitu:
1)    Hadits Masyhur
2)    Hadits ‘Aziz
3)    Hadits Gharib

1. Hadits Masyhur
    Secara bahasa, lafaz masyhur berasal dari isim maf’ul,dari kata Syahara seperti
  شهرت الأمر" " (aku memasyhurkan sesuatu) yang berarti mengumumkan sesuatu atau dalam pengertian lain diartikan Terkenal, Tenar, Familiar atau Populer. Dalam istilah lain ulama membagi hadits masyhur 2 bagian:
a.    Masyhur Istilahi

"ما رواه ثلاثة فأكثر فى كلّ طبقة من طبقاة السند ما لم يبلغ حد التواتر"
“ Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap  tingkatan(thaqabah) pada beberapa tingkatan sanad tetapi tidak mencapai kriteria mutawatir”.

Sebagian ulama berpendapat hadits masyhur sinonim dengan hadits mustafidh(dalam bahasa diartikan penuh dan tersebar) dan sebagian ulama lain berpendapat bahwa mustafidh lebih khu

b.    Masyhur Ghayr Isthilahi
Pengertiannya adalah
"ما اشتهر على ألألسنة من غير شروط تعتبر"
“Hadist yang populer pada ungkapan lisan (para ulama) tanpa adapersyaratan yang definitif”
       Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Hadits Masyhur Ghayr Isthilahi adalah hadits yang populer atau terkenal dikalangan golongan atau kelompok orang tertentu. Sekalipun jumlah periwayat dalam sanad tidak mencapai 3 orang atau lebih. Hadits ini hanya populer pada sekelompok orang atau ulama dalam bidang ilmu tertentu. Contoh :
"أبغض الحلال إلى اللّه الطلاق"
  “Halal yang dimurka Allah adalah Talak”
Hukum hadits masyhur baik isthilahi atau ghayr isthilahi tidak seluruhnya dinyatakan shahih atau tidak shahih,akan tetapi tergantung kepada hasil penelitian ulama. Sebagian hadits yang masyhur ada yang shahih sebagian hasan,dhaif,bahkan ada yang mawdhu’. Namun,memang diakui,bahwa keshahihan hadits masyhuristhilahi lebih kuat dari pada keshahihan hadits ‘aziz dan gharib yang hanya diriwayatkan satu atau dua orang perawi saja.

Para ulama telah menyusun kitab-kitab tersendiri yang berisi tentang hadis masyhur. Seperti:
1. Al-Maqashid Al-Hasanah  fima usytuhira ‘alal Al-Sinah karya As-Sakhawi
2.   Kasyfu Al-Khafa wa Muzil Al-Ilbas fima usytuhira min al-Hadits ‘ala Al-Sinah An-Nas  karya: Al-Ajaluni
3,    Tamyiz Ath-Thayyib min Al-Khabits fima yadur ‘ala Al-Sinah An-Nas. Karya: Ad-Daiba    Asy-Syaibani

2. Hadits ‘Aziz
Dari segi bahasa berasal dari kata  (عزّـ يعزّ)  yang merupakan sifat musyabbahahyang artinya sedikit atau langka. Menurut istilah hadis ‘aziz adalah:
"أن لا يقلّ رواته عن التبن في جميع طبقاة السند"
 “Hadis yang semuanya thabaqah sanadnya tdak kurang dari dua orang periwayat”
 
Maksud definisi tesebut adalah menunjukkan bahwa hadits ‘aziz hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi pada seluruh tingkatan (thabaqah) sanad atau walaupun dalam satu tingkatan sanad saja.
Sebagaimana halnya hadits masyhur, hadits ‘aziz ada yang shahih, hasan, dha’if, bahkan ada yang mawdhu’. Tergantung persyaratan yang terpenuhi. Adapun kitab-kitab khusus hadits ‘aziz belum bisa didapatkan mungkin karena kelangkaan hadits tersebut.

3. Hadits Gharib

Kata Gharib secara bahasa berarti menyendiri(المنفرد) atau jauh dari kerabat. Dari segi istilah adalah
"ما تفرّد به راو واحد فى أيّ طبقة من طبقات السند"
”Hadits yang bersendiri seoramg perawi dimana saja tingkatan (thabaqah) daripada beberapa timgkatan sanad”

Nama lain yang satu arti dengan hadits gharib adalah hadits fard ( فرد  ) dalam bahasa diartikan tunggal atau satu jama’nya Afrad( أفرد  )
Hadits  gharib terdiri dari dua jenis:
a. Gharib Mutlak, yaitu:
"هو ما كانت الغاربة فى أصل سنده و أصل السند هو طرفه ألّذى فيه الصحابي"
  “Hadits yang gharabahnya (perawi satu orang) terletak pada pokok sanad. Pokok sanad adalah ujung sanad yaitu seeorang sahabat”

b.   Gharib nishbi (elative) yaitu :

"ما كانت الغرابة فى اثناء السند"
“Hadist yang terjadi gharabahnya (perawinya satu orang) ditengah sanad.”

Gharabah nishbi terbagi tiga macam :
1) Muqayyad bi ats-tsiqah
 2)   Muqayyad bi al-balad
 3)   Muqayyad ‘ala ar-rawi
Kitab-kitab hadits yang diduga banyak hadits gharib ialah:
1.)   Kitab Athraf Al-Gharib Wa-Al-Afrad karya Muhammad Thahir Al-Maqdisi.
2.)   Musnad Al-Bazzar.
3.)   Al-Mu’jam Al-Ausath karya At-Thabarani.

KEHUJJAHAN HADITS AHAD
   Jumhur ulama baik dari sahabat tabi’in, serta para ulama sesudah mereka dari kalangan ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ushul berpendapat bahwa hadits ahad yang shahih dapat dijadikan hujjah yang wajib diamalkan dengan syarat hadits tersebut sebagai kewajiban syar’i bukan akli.


3 Contoh Hadits Ahad
Contoh pertama, hadits nomor 1, yang kami bawakan dari Shahih Bukhariyaitu sebuah hadits ahad dan gharib.
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
 “Sesungguhnya amal itu dengan niat, dan sesungguhnya bagi masing-masing orang apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yangakan ia dapatkan atau kepada perempuan yang akan dia nikahi maka (hasil) hijrahnya adalah apa yang dia niatkan”. [Muttafaqun ‘alaih].
Apakah hadits ini tidak berbicara tentang aqidah? Bahkan hadits ini berbicara tentang salah satu diterimanya amal, tentang ikhlas yang merupakan syarat diterimanya amal seseorang. Hadits ini, jelas merupakan hadits ahad, dan termasuk ke dalam bagian hadits gharib, karena tidak diriwayatkan, kecuali dari jalan Umar bin Khaththab. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Al Qamah bin Waqqash Al Laitsi. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Muhammad bin Ibrahim At Taimi. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Yahya bin Sa’id Al Anshari. Kemudian dari beliau ini diriwayatkan oleh puluhan perawi, bahkan mungkin ratusan. Awalnya mutawatir, akhirnya ahad dan gharib. Ini salah satu contoh hadits yang diterima oleh para ulama, bahkan hampir sebagian besar ulama.
Hadits nomor 7, yang diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari. Hadits yang panjang, berbicara tentang hukum, aqidah, adab dan lain-lain. Yaitu hadits tentang kisah Hiraklius. Hadits ini telah diterima oleh para ulama. Di dalamnya diceritakan, Hiraklius bertanya kepada Abu Sufyan, yang ketika itu ia masih musyrik, berkaitan dengan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya, Hiraklius bertanya kepada Abu Sufyan :
مَاذَا يَأْمُرُكُمْ قُلْتُ يَقُولُ اعْبُدُوا اللَّهَ وَحْدَهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَاتْرُكُوا مَا يَقُولُ آبَاؤُكُمْ وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ
 “Apa yang diperintahkan oleh Muhammad kepada kalian? Aku (Abu Sufyan) menjawab,”Muhammad mengatakan: ‘ Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, tinggalkanlah apa yang dikatakan (diyakini) oleh bapak-bapak (nenek moyang) kalian’. Muhammad (juga) menyuruh kami untuk shalat, zakat, jujur, menjaga harga diri dan menyambung tali silaturrahim…””
Apakah yang dimaksudkan dalam hadits ini bukan aqidah? Demikian ini aqidah, merupakan hadits ahad dan bukan mutawatir. Bahkan dalam hadits yang mulia ini terdapat surat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ سَلَامٌ عَلَى مَنْ اتَّبَعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ أَسْلِمْ تَسْلَمْ يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الْأَرِيسِيِّينَ وَ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَنْ لَا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
 “Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad hamba Allah dan RasulNya kepada Hirakla (Hiraklius) pembesar Romawi, keselamatan atas orang yang mengikuti petunjuk, amma ba’du. Sesungguhnya aku mengajakmu dengan ajakan Islam, Islamlah! Engkau pasti akan selamat dan Allah akan memberikan kepadamu balasan dua kali lipat. Jika engkau berpaling, maka engkau akan menanggung dosa-dosa rakyatmu. (Kemudian Rasulullah n membawakan ayat, yang artinya:) Katakanlah:”Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah.Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. [Ali Imran:64].
Surat ini mengajak Hiraklius untuk masuk Islam, kembali ke agama tauhid. Apakah seperti ini bukan aqidah? Demikian ini adalah masalah aqidah. Bahkan dalam hadits ini terkumpul masalah akhlak, hukum, aqidah dan sebagainya. Kalau hadits ahad tidak bisa dijadikan sebagai hujjah dalam masalah aqidah, maka hadits yang mulia ini tertolak.

C. HADITS SHAHIH
1. Pengertian Hadits Shahih
Kata shahih.(  الصحيح) dalam bahasa diartikan orang sehat antonym dari kata as-saqim (  السقيم ) orang yang sakit. Jadi yang dimaksudkan hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat .menurut Shubhi As-Shalih, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung,diriwayatkan oleh periwayat ‘adil dan dhabit hingga bersambung kepada Rasullah SAW atau pada sanad terakhir  berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung syadz ataupun cacat(‘illat)3.. Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan dan kesimpulannya hadits shahih mempunyai 5 kriteria:
a)  Sanadnya Bersambung
Yang dimaksud sanadnya bersambung ialah: tiap-tiap periwayat dalam sanadnya bertemu secara langsung (  مباشرة ) atau secara hukum ( حكمى) dari awal sampai akhir sanad.

b)  Perawinya Bersifat  ‘Adil
Para ulama berbeda pendapat tentang krtieria periwayat hadits yang bersifat ‘adil. Tetapi mereka memberi tujuan yang sama hanya saja penafsirannya yang berbeda. Adapun criteria perawi yang bersifat ‘adil adalah : -Islam.-Mukallaf.-Melaksanakan ketentuan agama.-Memelihara muru’ah.
 
c)  Perawinya Bersifat Dhabit (Memiliki daya ingat yang kuat)
Para perawi memiliki daya ingat yang kuat termasuk soal hafalan. Ini sangat diperlikan dalam rangka menjaga otentisitas hadis. Mengingat tidak seluruh hadis tercatat pada masa awal perkembangan hadis.

d)  Tidak ada kejanggalan (syadz)
Dalam hadits shahih tersebut tidak terjadi adanya kejanggalan (syadz) baik dari segi matan maupun sanadnya  atau perawi itu sendiri.

e)  Tidak ada cacat (‘illat)
Maksudnya suatu hadits bisa terjadi cacat (‘illat) karena ada sebab tersembunyi yang membuat cacat keabshahan suatu hadist padahal zhahihrnya (matan) selamat dari cacat tersebut. Besar kemungkinan dikarenakan perawinya seorang fasik,ahli bid’ah,kurang bagus hafalannya.

2. Jenis - Jenis Hadits Shahih
 Yakni ada 2 jenis:
a. Shahih Lidzatih
     Shahih dengan sendirinya karena telah memenuhi 5 syarat hadis shahih.

b. Shahih Lighayrih
     Shahih karena ada sebab yang lain. Yaitu hadits hasan lidzatih karena ada periwayatan yang lain yang mendukung  sebab naiknya hadits shahih lighayrih.

3. Kehujjahan Hadits Shahih

Para ulama sepakat menggunakan hadits shahih sebagai hujjah (dalil) dalam bidang hukum, sosial, akhlak, ekonomi, dan sebagainya. Kecuali dalam bidang akidah, hadis shahih yang ahad masih diperselisihkan para ulama.

4. Kitab - Kitab Hadits Shahih
1)  Shahih Al-Bukhari
2)  Shahih Muslim
3)  Shahih Ibnu Khuzaimah
4)  Shahih Ibnu Hibban
5)  Shahih Ibnu As-Sakan
6)  Shahih Al-Albani
7) Mustadrak Al-Hakim
5.      Syarat-syarat Hadits Shahih
1)    Sanadnya Bersambung
       Setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima hadits langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya.
         Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi yang dha’if, sehingga hadits yang bersangkutan tidak shahih.
2)    Perawinya Adil
        Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.
3)    Perwainya Dhabith
       Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.
       Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.
4)    Tidak Syadz
       Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz. Maka timbullah penilaian negatif terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.
5)    Tidak Ber’illat
        Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Adanya kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak ber’illat, ialah hadits yang di dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. ‘Illat hadits dapat terjadi baik pada sanad mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad.
Adapun contoh hadits yang shahih adalah sebagai berikut;

حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ "(رواه البخاري)

" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
Analisis terhadap hadits tersebut:
1. Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2. Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
    a) Abdullah bin yusuf      = tsiqat muttaqin.
    b) Malik bin Annas         = imam hafidz
    c) Ibnu Syihab Aj-Juhri   = Ahli fiqih dan Hafidz
    d) Muhammad bin Jubair = Tsiqat.
e) Jubair bin muth'imi           = Shahabat.
3. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.
5. Contoh Hadits Shahih
Contohnya yaitu

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَوَاتِيمُ سُورَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلَّاأُعْطِيتَهُ

Dari Ibnu ‘Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ayat-ayat penutup surah Al Baqarah, tidaklah kamu membaca satu huruf dari kedua surah itu kecuali pasti akan diberikan kepadamu.” HR Muslim 1339.

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ كِتَابًا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِأَلْفَيْ عَامٍ أَنْزَلَ مِنْهُ آيَتَيْنِ خَتَمَ بِهِمَا سُورَةَ الْبَقَرَةِ وَلَا يُقْرَأَانِ فِي دَارٍ ثَلَاثَ لَيَالٍ فَيَقْرَبُهَا شَيْطَانٌ

Dari Nu’man bin Basyir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menulis kitab (Al Qur`an) sejak dua ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, Allah menurunkan dua ayat darinya sebagai penutup surah Al Baqarah, tidaklah keduanya dibaca dalam rumah selama tiga malam setan akan mendekatinya.” HR Tarmidzi 2807, shahih
.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْبَدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآيَتَانِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مَنْ قَرَأَهُمَا فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ

Dari Abu Mas’ud Al Badri radliallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Dua ayat terakhir dari surah Al Baqarah, barangsiapa membacanya pada malam hari, maka ia akan dicukupi.” HR Bukhari 3707.

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُعْطِيتُ خَوَاتِيمَ سُورَةِ الْبَقَرَةِ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ وَلَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي
Dari Abu Dzarr berkata, “Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Aku diberi penutup Surah Al Baqarah dari simpanan bawah ‘Arasy yang tidak diberikan pada seorang Nabi sebelumku.” HR Ahmad 20583, shahih.

عَمَّنْ سَمِعَ عَلِيًّا يَقُولُ مَا كُنْتُ أَرَى أَنَّ أَحَدًا يَعْقِلُ يَنَامُ حَتَّى يَقْرَأَ هَؤُلَاءِ الْآيَاتِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَإِنَّهُنَّ لَمِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ

Dari orang yang mendengar Ali berkata; Aku tidak melihat seorang berakal tidur hingga ia membaca ayat-ayat terakhir surah Al Baqarah. Sesungguhnya ayat-ayat tersebut termasuk perbendaharaan (rahmat Allah) di bawah ‘Arasy. HR Darimi 3250.

D. HADITS DHA’IF
1.       Pengertian Hadits Dha’if
Hadits Dha’if berasal dari bahasa arab ( ضعيف) yang berarti lemah. Kelemahan hadis dha’if ini karena sanad dan matannya tidak memenuhi kriteria hadits kuat yang diterima sebagai hadi hujjah. Para ulama memberikan pendapat yang berbeda ,meskipun maksud dan kandungannya sama, An-Nawawi dan Al-Qasimi mendefinisikan hadits dha’if ini dengan:
"مالم يوجد فيه شروط الصّحّة ولا شروط الحسن"

“Hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan”
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib . Ushul Al-Hadist. hlm 333 dan Jalaluddin ‘Abd Rahman As-      Syuyuthi. Tadrib  hlm 91
  Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut
مَاأَخْرَجَهُ التِّرْمِيْذِيْ مِنْ طَرِيْقِ “حَكِيْمِ الأَثْرَمِ”عَنْ أَبِي تَمِيْمَةِ الهُجَيْمِي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص م قَالَ : ” مَنْ أَتَي حَائِضاً أَوْ اِمْرَأةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهُنَا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى مُحَمِّدٍ “
Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”
Berkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut Tahdzib” : Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang bermuka dua.

2. Kriteria - Kriteria Hadits Dha’if
Dari definisi tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa hadits dha;if tidak memenuhi salah satu persyaratan hadis shahih dan hadis hasan.

3. Macam - Macam Hadits Dha’if
1. Hadits Dha’if  Karena Sanadnya Terputus
    a)  Hadits Mu’allaq
    b)  Hadits Munqathi’
    c)  Hadits Mu’an’an dan Muannan
    d)  Hadits Mu’dhal
    e)  Hadits Mudallas
    f)  Hadits Mursal
    g)  Hadits Mauquf
2. Hadits Dha’if Karena Periwayatnya Tidak ‘Adil
    a)   Hadits Mawdhu’
    b)  Hadits Matruk
    c)  Hadits Munkar / Majhul.
3. Hadits  Dha’if Karena  Periwayatnya  Tidak Dhabith
a) Hadits Mudallas
    b)  Hadits Mudraj
    c)  Hadits Maqlub
    d)  Hadits Mazid
    e)  Hadits Mudhtharib
    f)  Hadits Mushahhaf
   g)  Hadtis Majhul (Munkar)
   h)  Hadits Syadz
4. Hadits Dha’if Karena Mengandung Syadz
5. Hadits Dha’if Karena Mengandung’Illat (Cacat)

4. Kehujjahan Hadits Dha’if
    Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani. Hadis dha’if bisa dijadikan hujjah apabila memenuhi 3 persyaratan:
1. Tidak terlalu dha’if
2. Termasuk dalam  fadha’ilul a’mal
3. Tidak diyakinkan secara qath’i  (pasti) akan kebenaran akan hadis Nabi,tetapi karena berhati-hati semata atau ikhtiyat

5. Kitab - Kitab Hadits Dha’if
Diantara kitab-kitab yang tersusun secara khusus tentang hadis dha’if ialah
a) Al-Marasil karya Abu Dawud
 b)Al-‘Ilal karya Ad-Daruqutni
 Kitab-kitab yang banyak  mengemukakan para perawi dha’if  ialah:
 1)    Adh-Dhuafa karya Ibn Hibban
2) Mizan Al-I’tidal karya Adz-Dzahabi


E.     HADITS HASAN
1.      Pengertian Hadits Hasan
         Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar;
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.
Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:
حدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضُّبَعِي عَنْ أَبِيْ عِمْرَانِ الْجَوْنِي عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوْسَي الْأَشْعَرِيْ قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي بِحَضْرَةِ العَدُوِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م : إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوْفِ ….. الحديث “
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…” (HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhail iljihadi)
2.      Klasifikasi Hadits Hasan
1)   Hadits Hasan li-Dzatih
         Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.
2)Hadits Hasanli-Ghairih
         Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu benyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya. Jumhur ulama muhaddisin memeberikan definisi tentang haditst hasan li-Ghairihi sebagai berikut:
مالايخلوإسناده من مستور لم تتحقق أهليته وليس مغفلا. كثير الخطاء ولاظهر منه سبب مفسق, ويكون متن الحديث معروفا برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر
Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.Haditst hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dha’if.
C      Kehujahan Hadits Hasan
          Hadits hasan sebagai mana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadits hasan.

D. Contoh Hadits Hasan
Contoh hadits Hasan
Hadits Muhammad bin ‘Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:

أن رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏قال ‏ ‏لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة ‏
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda:”Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.”(HR. at-Tirmidzi, Kitab ath-Thaharah).
F. HADITS MASYHUR
1. Pengertian Hadits Masyhur
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan sanadnya, tapi tidak mencapai derajat mutawaatir.

2. Pembagian  Hadits  Masyhur
Hadits masyhur terbagi beberapa jenis sesuai sisi pandangnya:

Yang pertama: Ditinjau dari segi diterima atau tidak, hadits masyhur terbagi tiga:

1.      Hadits Masyhur yang sahih.

2.      Hadits Masyhur yang hasan.

3.      Hadits Masyhur yang lemah.

Contoh hadits masyhur yang sahih:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا»
“Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan mencabutnya secara langsung dari para hamba, akan tetapi mengangkatnya dengan mewafatkan para ulama. Sampai saat tidak tersisa lagi seorang ulama, maka orang-orang menjadikan pemimpin (panutan) dari orang bodoh lalu mereka bertanya kepadanya dan ia menjawabnya tanpa dasar ilmu. Maka mereka sesat dan menyesatkan”.

Hadits ini diriwayatkan dari tiga sahabat:
a)      Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab sahihnya.

b)      Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dalam kitabnya Al-Mu’jam Al-Ausath no.6403.

c)      Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam kitab musnadnya dan Al-Khathiib dalam kitabnya Tarikh Bagdad 3/252.

Contoh hadits masyhur yang hasan:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ»
“Tidak boleh merusak orang lain dan tidak boleh merusak diri sendiri”

Hadits ini diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit, Ibnu Abbas, Abu Sa’id Al-Khudriy, Abu Hurairah, Abu Lubabah, Tsa’labah bin Malik, Jabir bin Abdillah, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum sebagaimana disebutkan oleh Az-Zaila’iy dalam kitabnya “Nashbu-rrayah” 4/384 dan dihasankan oleh Imam As-Suyuthiy dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shagiir no.9899.

Contoh hadits masyhur yang lemah:

Hadits:
(اللِّوَاءُ يَحْمِلُهُ عَلِيٌ يَوْمَ القِيَامَةِ)
“Panji umat Islam dipegang oleh Ali bin Abi Thalib pada hari kiamat”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Jauziy dalam kitabnya Al-Maudhu’aat (kumpulan hadits-hadits palsu) dari Anas bin Malik, Jabir bin Samurah, dan Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhum.

Yang kedua: Ditinjau dari segi posisinya, hadits masyhur terbagi dua:

1)      Masyhur muthlaq; apabila diriwayatkan dari tiga orang sahabat atau lebih seperti pada contoh hadits masyur yang sahih, hasan dan lemah.

2)      Masyhur nisbiy; apabila diriwayatkan oleh banyak orang pada salah satu tingkatan sanadnya. Contoh:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ»
“Sesungguhnya setiap amalan itu didasari oleh niat, dan setiap orang mendapatkan sesuai dengan niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya bernilai hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena niat mendapatkan dunia atau mengawini seorang wanita maka hijrahnya bernilai sesuai yang ia niatkan”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Umar kecuali ‘Alqamah bin Waqqash Al-Laitsiy, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari ‘Alqamah kecuali Muhammad bin Ibrahim At-Taimiy, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Muhammad kecuali Yahya bin Sa’id Al-Anshariy.
Kemudian hadits ini diriwayatkan oleh banyak orang (masyhur) dari Yahya, seperti: Malik bin Anas, Sufyan Ats-Tsauriy, Hammad bin Zayd, Abdul Wahhab bin Abdul Majid Ats-Tsaqafiy, Abu Khaid Al-Ahmar, Yazin bin Harun, Abdullah bin Mubarak, dan selainnya.

Yang ketiga: Ditinjau dari segi istilah, hadits masyhur terbagi dua:

1-      Masyhur isthilahiy (sesuai definisi); yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan sanadnya, tapi tidak mencapai derajat mutawaatir. Seperti pada contoh-contoh sebelumnya.

2-      Masyhur gairu isthilahiy (tidak sesuai definisi); yaitu hadits masyhur (terkenal) karena banyak disebutkan oleh orang sekalipun sanadnya hanya satu atau dua, atau bahkan tidak punya sanad sama sekali.

Hadits masyhur gairu isthilahiy ada beberapa jenis:

a.      Hadits yang masyhur (terkenal) khusus di kalangan ulama hadits, contoh:
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
«قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ» [صحيح البخاري ومسلم]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut selama sebulan meminta kebinasaan bagi kaum Ri’lin dan Dzakwan. [Sahih Bukhari dan Muslim]

b.      Hadits yang masyhur di kalangan ahli hadits, ulama secara umum, dan orang awam, contoh:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:
«الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ»
“Seorang muslim (yang sempurna keislaman-nya) adalah orang yang umat Islam selamat dari kejahatan lidah dan tangannya”.

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab sahihnya dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, dan Imam Muslim dalam kitab sahihnya dari Jabir bin Abdillah dan Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhum.

c.       Hadits yang masyhur di kalangan ahli fiqhi (fuqahaa’), contoh:
Hadits:
«أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ»
“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah ta’aalaa adalah talak”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dalam kitabnya As-Sunan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Abu Hatim, Ad-Daruquthniy, dan Al-Baehaqiy menghukumi hadits ini lemah.

d.      Hadits yang masyhur di kalangan ulama ushul fiqh, contoh:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
( رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الخَطأُ والنِّسْيانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيهِ )
“Diangkat (dosa) dari umatku jika melakukan kesalahan, lupa, atau apa yang dipaksakan padanya”.

Hadits ini diriwayatkan dengan lafadz yang bervariasi dari Abdullah bin Abbas,  Abu Dzar, Abu Ad-Dardaa’, Ummu Ad-Dardaa’, Tsauban, Ibnu Umar, Uqbah bin ‘Amir, dan Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhum.
Disahihkan oleh Al-‘Uqailiy, Al-Hakim, Al-Baehaqiy, Adz-Dzahabiy, Al-Haetsamiy, An-Nawawiy, dan syekh Albaniy dalam kitabnya Al-Irwa’ no.82.

e.      Hadits yang masyhur di kalangan ulama nahwu (ahli tata bahasa arab), contoh:

Hadits:
نِعْمَ الْعَبْدُ صُهَيْبٌ، لَوْ لم يخف للَّه لَمْ يَعْصِهِ
“Sebaik-baik hamba Allah adalah Suhaib, kalaupun ia tidak tidak punya rasa takut kepada Allah maka ia tetap tidak akan mendurhakainya”.

Hadits ini sangat lemah, tidak punya sanad (laa ashla lahuu). Lihat silsilah hadits dha’if karya syekh Albaniy no.1006.

f.        Hadits yang masyhur di kalangan orang banyak, contoh:

Hadits Abu Mas’ud Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ» [صحيح مسلم]
“Barangsiapa yang menunjuki seseorang pada suatu kebaikan maka ia mendapatkan pahala seperti pahala yang melakukannya (atas petunjuknya)”. [Sahih Muslim]

g.      Hadits yang masyhur di kalangan ahli pendidikan (adab), contoh:

Hadits:
أدَّبَنِي رَبِّي فأَحْسَنَ تَأدِيبِي
“Tuhankulah yang mendidikku, maka Ia mendidikku dengan baik”.

Makna hadits ini sahih, tapi tidak ada diketahui sanadnya yang sahih. Lihat silsilah hadits dha’if karya syekh Albaniy no.72.


3. Contoh Hadits Masyhur
Contohnya adalah hadits,

إن الله لا يقبض العلم انتزاعًا ينتزعه من صدور العلماء ولكن يقبض العلم بقبض العلماء، حتى إذا لم يق عالمًا اتخذ الناس رؤوسًا جهالاً، فسئلوا فأفتوا بغير علمٍ فضلوا وأضلوا

“Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu ini sekaligus yang dicabutnya dari dada para ulama, akan tetapi Dia mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Hingga jika Dia tidak menyisakan seorang yang berilmu, manusia akan mengambil tokoh-tokoh yang bodoh. Mereka pun ditanya dan mereka berfatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhary, Muslim, ath-Thabrani, Ahmad dan al-Khatib al-Baghdadi dari empat orang Shahabat yaitu Abdullah bin ‘Amr, Ziyad bin Labid, Abu Hurairah dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum. Pada setiap tingkatan dari tingkatan-tingkatan periwayatan (thabaqah sanad), hadits ini diriwayatkan dari empat Shahabat sampai kepada para imam tersebut dan jumlah perawinya tidak pernah kurang dari tiga orang, sehingga hadits ini diistilahkan sebagai hadits Masyhur.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits mutawatir ialah berita hadits yang bersifat indrawi (didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh orang banyak yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan akal yang menghukumi mustahil menurut tradisi (adat) jumlah yang maksimal berpijak untuk kebohongan.
Hadits ahad ialah: “Hadits yang diriwayatkan oleh satu  orang atau dua orang atau lebih yang jumlahnya tidak memenuhi persyaratan hadits masyhur atau mutawatir”
Hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.
Hadits Dha’if berasal dari bahasa arab ( ضعيف) yang berarti lemah.
Hadits Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar; “Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan sanadnya, tapi tidak mencapai derajat mutawaatir.







DAFTAR PUSTAKA


Sumber : http://bodohtapisemangat.blogspot.co.id/2015/03/makalah-alquran-hadis.html
http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/03/makalah-hadits-shahih-hasan-dan-dhaif.html?m=1